WEB BLOG
this site the web

Masalah relevansi pendidikan


Masalah relevansi pendidikan
Masalah ini berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau indtitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja
Pentingnya pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak
Pentingnya pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak. Karena itu pendidikan harus dilakukan secara sadar melalui sebuah kesengajaan yang terencana dan terorganisir dengan baik. Semua demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan sasaran lain meliputi obyek peserta, sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang lain.
Kecerdasan intelektual tak akan berarti, tanpa adanya kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang. Kecerdasan emosional atau lazim disebut EQ, diantaranya, Memiliki kemampuan mengendalikan diri, sabar, ulet, tabah dan tahan uji dalam menghadapi berbagai tantangan, toleransi dalam menghadapi berbagai perbedaan dan konsisten dalam kebaikan.
Pendidikan yang berhasil membuat pribadi yang utuh, bukan hanya mengutamakan kecerdasan intelektual dan emosional saja, fondasi spiritual juga faktor kunci untuk keberhasilan. Kecerdasan spiritual, antara lain, hatinya selalu terkait dengan Yang Maha Pencipta (Allah SWT). Hati dan pikirannya selalu merasa dekat dan merasa diawasi oleh Allah SWT. Memiliki kesadaran akan adanya akhir kehidupan dan kembali kepada-Nya. Ada perasaan gundah dan gelisah ketika melakukan satu maksiat dan secepatnya bertaubat kepada Allah.
Keutuhan pendidikan juga terlihat dari kecerdasan sosial yang dimiliki seseorang. Kecerdasan ini menunjukkan pada kita seberapa besar, nilai-nilai sosial diajarkan dalam sebuah pendidikan. Dan bagaimana prakteknya di lapangan saat seseorang terjun langsung dalam masyarakat. Untuk melihat kecerdasan ini dimiliki seseorang biasanya ditandai dengan keikhlasannya untuk berusaha memberikan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Mampu berempati pada kesulitan orang lain. Rela berkorban untuk kepentingan bersama, tidak mementingkan golongan, tapi kepentingan bersama yang lebih besar. Jika orang itu menjadi leader atau pemimpin, maka karyawan yang dipimpinnya merasa terayomi dan nyaman.
Pendidikan di Indonesia
Di Indonesia, pendidikan diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang cerdas, bertanggung jawab, bermoral, berkepribadian luhur, bertaqwa, dan memiliki keterampilan. Dengan anggaran 20 % dari APBN. Maka tujuan ini bukanlah hal yang mustahil. Sudah banyak bukti yang mendukung adanya peningkatan pendidikan ini. Prestasi anak-anak bangsa juga banyak mengharumkan bangsa di berbagai kancah internasional.
Namun kita tidak boleh lengah, masih banyak pendidikan yang belum mencapai tujuannya. Ini diindikasikan dengan banyaknya kerusakan moral di kalangan pelajar, seperti beredarnya video-video porno yang bisa diakses melalui ponsel. Ini akibat dari bebasnya pengawasan dan akses informasi yang masuk kepada masyarakat, tanpa ada kontrol dari pihak yang terkait.
Korupsi dan kolusi serta nepotisme masih banyak kita temui dalam birokrasi pendidikan, sehingga menimbulkan konflik dikalangan internal dan berpotensi untuk menimbulkan konflik perpecahan. Pendidikan juga masih banyak yang kita lihat belum berpihak pada rakyat umum. Di kalangan masyarakat mahalnya pendidikan membuat mereka lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, sandang dan papan. Belum tercapainya tujuan pendidikan diakibatkan oleh:
a. Belum terintegrasinya pendidikan moral (agama) dengan pendidikan lainnya. Ada sebagian anggapan bahwa pendidikan agama hanya dilakukan di pesantren, padahal di sekolah umum pendidikan agama juga diajarkan hanya saja porsinya masih sedikit, sehingga belum maksimal.
b. Pendidikan etika hanya terbatas pada pengetahuan
c. Minimnya keteladanan
d. Sikap hidup yang semakin materialis dan hedonis
Untuk meminimalisasi hal ini, maka ada upaya yang bisa dilakukan, antara lain, perbaikan kurikulum pendidikan secara menyeluruh, misalnya dengan melakukan pendidikan alternatif tambahan diluar kurikulum. Perbaikan sistem pengajaran dan pendidikan, penguatan keteladanan, penguatan nilai agama dalam kehidupan.

Masalah efisiensi pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan berkenaan dengan proses pengubahan atau transformasi masukan produk (raw input) menjadi produk (output). Salah satu cara menentukan mutu transformasi pendidikan adalah mengitung besar kecilnya penghamburan pendidikian (educational wastage), dalam arti mengitung jumlah murid/mahasiswa/peserta didik yang putus sekolah, meng-ulang atau selesai tidak tepat waktu.
Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang memadai tetapi mereka tidak naik kelas, putus sekolah, tidak lulus berarti ada masalah dalam efisiensi pendidikan. Masalah efisiensi pendidikan juga terjadi di perguruan tinggi. Masalah tersebut dapat diketahui dari adanya para mahasiswa yang sebenarnya potensial tetapi putus kuliah dan gagal menyelesaikan pendidikannya pada waktu yang tepat.
c. Masalah efektivitas pendidikan
Masalah efektivitas pendidikan berkenaan dengan rasio antara tujuan pendidian dengan dengan hasil pendidikan (output), artinya sejauh mana tingkat kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang dihasilkan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Pendidikan merupakan proses yang bersifat teleologis, yaitu diarahkan pada tujuan tertentu, yaitu berupa kualifikasi ideal. Jika peserta didik telah menyelesaikan pendidikannya namun belum menunjukkan kemampuan dan karakteristik sesuai dengan kualifiksi yang diharapkan berarti adalah masalah efektivitas pendidikan.
Peningkatan mutu
Pasca reformasi, pendidikan di Indonesia mengalami perubahan arah yang lebih menonjolkan perspektif ekonomi. Pendidikan dalam perspektif ekonomi dianggap memiliki peran yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing nasional dan membangun kemandirian bangsa yang menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan antar bangsa di era global. Melalui ketersediaan manusia yang menguasai iptek akan menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetensi global dan ekonomi pasar bebas yang menuntut daya saing tinggi.
Kemandirian bangsa yang dimaksudkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah konsep yang dinamis karena mengenali bahwa kondisi yang saling ketergantungan, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya. Saat ini konstelasi didunia didominasi oleh negaranegara maju (AS dan Uni Eropa), sehingga kondisi perimbangan dan nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhi konstelasi(hubungan -hubungan) tersebut secara otomatis akan didominasi oleh negara-negara maju. Bila demikian, kemandirian Bangsa Indonesia akan bermakna senantiasa memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap negara-negara maju dan tidak akan pernah mampu bersaing apalagi sejajar dengan mereka.
Pendidikan dalam konteks kemanfaatan, mutu pendidikan harus dikaitkan dengan isu relevansi pendidikan. Sehingga system pendidikan dianggap relevan jika memiliki keseimbangan dengan system ekonomi dan ketenagakerjaan. Artinya bahwa lulusan pendidikan memiliki kesesuaian dengan kebutuhan ekonomi akan pekerja sebagai pelaku pembangunan diberbagai sector. Realitas keunggulan dan daya saing pendidikan Indonesia yang dikaitkan dengan produktivitas tenaga kerja lulusan, berada dalam posisi 12 dari 12 negara di Asia (Poltical and Economic Risk Consultancy/ PERC,2001) . Pemeringkatan Internasional tersebut telah menilai system pendidikan di Indonesia yang kurang relevan dengan kebutuhan pembanguna. Isu PERC mengkaitkan kualitas pendidikan dengan mutu tenaga kerja sebagai salah satu factor ekonomi telah menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan kualitas dan produktivitas pekerja.
Untuk selanjutnya pemerintah melakukan perluasan dan pemerataan pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat ditempatkan pada prioritas tertinggi dalam pembangunan pendidikan. Mutu dan relevansi pendidikan tercermin dari kemampuan membentuk kecakapan(competenc ies) lulusan agar dapat menjadi pekerja produktif dengan upah yang lebih tinggi. Kesempatan pendidikan keahlian,ketrampila n dan profesi harus besar dan merata dikaitkan dengan sentra-sentra pengembangan ekonomi industri,pendayagun aan iptek, dan peningkatan kecakapan hidup yang sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hayat.
Pendidikan dengan perspektif ekonomi secara nyata beralih fungsi menjadi mesin pencetak tenaga kerja baik pada skala local,nasional, dan Internasional. Pendidikan perspektif ekonomi akan melahirkan SDM-SDM yang berorientasi individualis (untuk eksistensi diri dalam kehidupan),material is(kepuasan menikmati materi) dan liberalis (menganut kebebasan dalam berperilaku, berpendapat, kepemilikan dan berkeyakinan) . Pada akhirnya akan membentuk generasi yang tidak memberi kontribusi positif bagi pembangunan skala bangsa yang menghantarkan kemandirian bangsa di dunia Internsional. Dengan kata lain pendidikan perspektif ekonomi akan membentuk generasi-generasi yang senantiasa mempertahankan ketergantungan bangsa ini terhadap negara-negara maju selama kepentingan individu dan komunitasnya tidak terganggu. Bagaimana mungkin bangsa ini akan mampu bersaing secara berimbang apalagi menduduki posisi yang unggul dengan negara-negara maju.
Pemerataan pendidikan
SAAT ini paradigma pendidikan di Indonesia harus dicermati, khususnya mengenai kesempatan belajar, kesetaraan pendidikan, layanan komprehensif, memaksimalkan fungsi sekolah, serta orientasi layanan sesuai kebutuhan. Hal ini dilakukan agar pemerataan pendidikan bisa menyeluruh.
1 Menteri Pendidikan Nasiohal Muhammad Nuh menyatakan, salah satu paradigma yang harus digeser adalah wajib belajar sembilan tahun agar menjadi hak belajar sembilan tahun. "Masyarakat punya hak untuk menuntaskan sembilan tahun pendidikan. Kalau itu menjadi hak. maka negara, harus menyiapkan seluruh sarana dan prasarana. Semua bisa menuntaskan pendidikan sembilan tahun." katanya saat membuka Rembuk Nasional Pendidikan 2010 di Pusdiklat Pegawai Ke-mcntenan Pendidikan Nasional, Depok, Rabu (3/3).
Dalam rapat kerja tahunan yang bertema "Meningkatkan Jaminan Layanan Pendidikan Berkualitas yang Terjangkau oleh Semua", Nuh juga menyatakan Depdiknas saat ini menggalakan program kesetaraan dalam pendidikan.
Hal itu dikarenakan saat ini banyak masyarakat yang memerlukan layanan yang khusus di bidang pendidikan. Kelompok khusus tersebut dapat dibentuk karena faktor kewilayahan seperti tinggal di daerah perbatasan dan terpencil atau karena faktor kecacatan fisik. "Untuk masyarakat berstatus khusus, maka layanannya pun harus dilayani khusus. Jangan statusnya khusus, tarir layanannykumurh. Kita tekankan betul siapapun yang akan membangun sekolah, fasilitas kampus dan seterusnya. Tolong tambahi akses untuk saudara kita yang membutuhkan layanan khusus," urai Nuh.
Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan Nasional (Dirjen PMPTK Kemendik-nas) Baedhowi menyatakan, peran kepala dan pengawas sekolah tuga sangat penting guna meningkatkan kualitas dan pelayanan pendidikan saat ini. Apabila kompetensi kepala sekolah baik, maka ada hubungan yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah. "Apabila kepala sekolahnya baik dan memiliki kompetensi bagus, maka kepala sekolah itu diyakini bisa melakukan pengelolaan sekolah dengan baik pula," tuturnya.
http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/14/masalah-efisiensi-efektivitas-dan-relevansi-pendidikan-dalam-perspektif-manajemen-pendidikan/

0 komentar:

Posting Komentar

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies